seputarkarawang.com - Pernyataan kontroversial Tatang Suryadi, atau Tatang Obet, dalam sebuah podcast yang menyinggung dugaan permainan dalam pengadaan Barang dan Jasa (Barjas) di Pemkab Karawang dan menyeret nama Wakil Bupati, kini memicu diskursus hukum. Polemik ini dianggap sebagai isu penting yang menguji batas antara kebebasan berekspresi di media digital dan tuntutan pertanggungjawaban di ranah hukum formal.

Praktisi Hukum dan Dewan Pakar Asosiasi Media Konvergensi Indonesia (AMKI) Karawang, Dr. Gary Gagarin Akbar, SH., MH, memberikan pandangan tegas. Gary menekankan bahwa meskipun kebebasan berpendapat adalah hak yang dijamin konstitusi, hak tersebut tidak bersifat mutlak. Ia mengingatkan bahwa tuduhan yang disampaikan harus dibarengi etika dan tanggung jawab hukum, terutama jika klaim tersebut tidak berbasis bukti, sebab dapat melanggar hak orang lain untuk tidak dicemarkan nama baiknya.

"Kritik adalah koreksi, sedangkan tuduhan harus bisa dipertanggungjawabkan secara hukum dan moral," ujar Gary. Ia menjelaskan, jika klaim adanya praktik curang itu benar, maka itu adalah bentuk kontrol sosial yang sah. Namun, jika sebaliknya, hal itu berpotensi menjerumuskan pelaku ke ranah pidana, khususnya dugaan pencemaran nama baik atau penyebaran informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Gary menegaskan bahwa penyelesaian polemik ini wajib dipindahkan dari ranah digital ke koridor hukum formal. Jika Tatang Obet benar-benar memiliki bukti adanya indikasi pelanggaran UU Tindak Pidana Korupsi, ia memiliki kewajiban untuk melaporkannya ke lembaga resmi seperti Aparat Penegak Hukum (APH), alih-alih hanya melalui podcast.

"Jika tidak ada laporan resmi dan hanya disampaikan di media sosial, maka itu bisa dianggap sebagai tuduhan serius yang tidak berdasar," tegasnya. Gary menyimpulkan bahwa fenomena ini menjadi alarm penting: kebebasan tanpa tanggung jawab hanya akan menimbulkan kekacauan, bukan keadilan.